A. PENDAHULUAN
Berbicara mengenai pelayanan publik berarti tidak dapat terlepas dari peran seorang PNS dalam sebuah instansi pemerintah menyangkut pelayanannya terhadap masyarakat. Ketika membahas mengenai kinerja pelayanan publik, sebagian besar kesan yang terbentuk di masyarakat adalah kesan negatif dan rasa tidak puas atas pelayanan tersebut. Dalam forum ini, penulis ingin menyampaikan pandangannya mengenai kondisi pelayanan publik yang pernah penulis alami sendiri.
B. ISI
Penulis ingin mengkritisi kondisi pelayanan publik di dua instansi pemerintah yang saling terkait. Kejadian ini penulis alami sewaktu duduk di bangku SMA. Ketika pulang sekolah menggunakan angkot, dompet saya dicopet orang. Selain dompet, dia juga mengambil handphone milik seorang anak smp yang kebetulan satu angkot bersama saya. Naas, si pemilik handphone sadar handphonenya berpindah tangan dan langsung berteriak ketika si pencopet turun dari angkot. Si pencopet berhasil ditangkap oleh bapak tukang becak dan langsung digelandang ke kantor polisi. Atas insiden itu saya diharuskan untuk menjalani proses pemeriksaan sebagai korban dan saksi untuk keperluan proses peradilan.
Pada salah satu instansi pemerintah saya diharuskan untuk mengikuti prosedur mengurus masalah kehilangan dan membuat BAP untuk selanjutnya diproses ke instansi pemerintah yang lebih lanjut. Pengalaman saya mengenai instansi publik yang pertama adalah sebagai berikut:
1. Tidak efisien waktu
Sesuai jadwal, saya disuruh datang ke kantor sekitar pukul 10.00 pagi untuk dimintai keterangan. Pegawai instansi tersebut mengatakan sebelum jam 12 sudah bisa selesai. Namun ternyata, ketika sampai disana saya masih harus menunggu lama dan molor sampai jam 2 lebih. Posisinya, pada saat itu jam pelajaran sekolah. Tidak efisiennya waktu juga ditunjukkan dengan diharuskannya saya datang berkali-kali ke kantor tersebut pada jam-jam sekolah hanya untuk diminta mengisi surat-surat. Hemat saya mengatakan bahwa sebenarnya itu bisa dilakukan dalam satu waktu tanpa harus mengorbankan lebih banyak jam pelajaran saya.
2. Kurangnya profesionalisme dari pegawai instansi tersebut.
Ini terjadi ketika saya ditanyai sebagai saksi mengenai kronologis pencopetan tersebut. Ketika sampai di instansi tersebut, ternyata petugas yang bersangkutan belum menyiapkan pertanyaan yang akan diajukan kepada saya untuk saya jawab. Bahkan, orang yang bertugas menanyai saya sedang berada di luar tempat. Akhirnya, saya ditanyai oleh petugas lain. Petugas tersebut hanya menanyakan pertanyaan secara spontanitas dan pertanyaan serta jawaban ditulis secara bersama-sama. Aneh kalau menurut saya. Seharusnya pertanyaan-pertanyaan itu sudah dipersiapkan sebelumnya, sejak BAP ditetapkan. Bukan membuat pertanyaan bersamaan dengan jawaban.
Pengalaman saya berlanjut ketika harus menjalani proses persidangan terhadap lanjutan kasus saya. Ada hal yang kurang saya suka ketika menjalani proses peradilan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Petugas peradilan yang kurang ramah dan bersahabat
Sudah seharusnya setiap saksi dalam proses peradilan disambut secara ramah dan bersahabat. Namun yang saya alami jauh dari hal itu. Ketika saya membelakan diri datang ke pengadilan dan kembali mengorbankan waktu belajar saya disekolah, saya mendapat kesan yang kurang baik. Nada bicara pegawai instansim tersebut tidak bersahabat. Terlebih ketika saya bertanya, kapan persidangan dimulai dan selesai? Karena menurut jadwal yang diberikan persidangan akan dilaksanakan pukul 12.30 dan saya harus datang minimal seperempat jam sebelum persidangan dimulai. Ketika pukul 13.00 persidangan belum juga dimulai saya menanyakan hal tersebut ke petugas. Namun, jawaban petugas tidak memuaskan. Hanya mengatakan, tunggu saja, nanti juga dimulai. Padahal, saya sudah mengorbankan waktu.
2. Adanya perlakuan yang kurangadil.
Kebetulan selain saya ada dua saksi lain yang dihadirkan dalm persidangan tersebut. Siswa SMP yang handphonenya dicopet dan bapak tukang becak. Kebetulan ayah siswa smp tersebut seorang guru dan mempunyai teman di petugas peradilan tersebut. Saksi tersebut datang didampingi oleh orang tuanya. Ketika itu saya datang lebih dulu daripada anak tersebut. Namun, petugas pengadilan lebih memilih melayani anak tersebut terlebih dahulu daripada saya dan bapak tukang becak tersebut. Apakah itu yang namanya pelayanan publik yang bersih dan tidak memihak pada siapa dia melayani?.
C. PEMBAHASAN
Etika profesi adalah etika yang berkaitan dengan tugas-tugas yang dilakukan seseorang yang ditunjukkan oleh kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab tertentu yang membutuhkan waktu dan perhatian penuh yang dilakukan oleh pemegang jabatan tersebut ( Simorangkir : 1978 ). Dengan demikian etika birokrasi adalah suatu kebiasaan yang baik dalam birokrasi, yang kemudian mengendap menjadi norma-norma atau kaidah atau dengan kata lain yang menjadi normatif dalam perikehidupan manusia dan penyelenggaraan administrasi negara.
Selama ini pelayanan publik di Indonesia selalu di anggap tidak bisa memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Ketika mendengar kata pelayanan publik, pandangan masyarakat sudah mengarah kepada hal negatif, seperti ribet, mata duitan, korupsi, mendahulukan yang punya uang, tidak transparan dan masih banyak argumen lain.
Menurut saya, baik buruknya sebuah pelayan publik di suatu negara merupakan cerminan dari baik atau tidaknya suatu negara tersebut menjalankan pemerintahannya. Setiap pegawai pelayan masyarakat setidaknya harus mempunyai kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Kerja yang taat pada peraturan dan tugas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja pelayanan publik di birokrasi Indonesia yang menentukan adalah masyarakat yang menjadi obyek utama dari pelayanan publik itu sendiri. Dalam hal ini, seharusnya setiap pelayan masyarakat sadar aka peran dan kewajibannya, yaitu untuk melayani masyarakat. Sama seperti prinsip berdagang, dalam hal ini masyarakat adalah raja yang seharusnya dilayani dengan sepenuh hati dan petugas adalah pelayan yang berkewajiban memberikan pelayanan terbaiknya. Ketika setiap pelayan masyarakat tahu akan tugas dan fungsinya, maka pelayanan yang diberikan terhadap masyarakatpun bisa sepenuh hati dan sesuai aturan yang sudah tertulis.
2. Tugas yang khusus
Prinsip ini berkitan erat dengan produk yang dihasilkan oleh pelayanan publik itu sendiri. Jika setiap instansi pemerintah mempunyai pegawai yang bekerja sesuai keahliannya, maka hasil yang dicapai pun dapat maksimal. Selama ini kita sering mendengar ketidakprofesinalan instansi pemerintah disebabkan tidak adanya spesialisasi dalam penempatan pegawai. Penempatan pegawai cenderung asal-asalan, asal ada yang ngisi dan asal ada orang. Itu jelas berbeda jauh dengan produk swasta yang menuntut setiap pegawai profesional dalam bidang kerjanya.
3. Taat dan patuh
Prinsip yang ketiga ini menyinggung tentang kode etik yang harus dimiliki oleh pegawai pelayan masyarakat. Menurut Prof. Suyamto, kode etik adalah suatu alat untuk menunjang pencapaian tujuan suatu organisasi atau sub-organisasi atau bahkan kelompok-kelompok yang belum terikat dalam suatu organisasi. Pada dasarnya kode etik adalah suatu hukum etik. Hukum etik itu biasanya dibuat oleh suatu organisasi atau suatu kelompok, sebagai suatu patokan tentang sikap mental yang wajib dipatuhi oleh para anggotanya dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya sikap yang taat dan patuh terhadap setiap peraturan dan kode etik kepegawaian, usaha untuk melakukan tindakan-tindakan amoral dari seorang pelayan masyarakat dapat diminimalisir.
4. Tanpa Pandang Bulu
Tugas dari pelayan masyarak adalah memberikan pelayanan kepada obyek layanannya. Dalam hal ini obyeknya adalah seluruh masyarakat Indonesia. Selama ini image yang yang terbentuk dalam masyarakat siapa yang mempunyai uang pasti akan mendapatkan pelayanan terlebih dahulu. Seharusnya tidaklah demikian. Menerima suap dalam bentuk apapun atau mendahulukan yang mempunyai uang dan jabatan adalah bentuk dari korupsi. Pelayan masyarakat seharusnya mempunyai ciri dan mengayomi dan adil.
Tabel dibawah merupakan survei yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 105 unit layanan di 40 departemen/instansi tingkat pusat serta 52 kabupaten/kota di 20 provinsi menunjukkan rendahnya kualitas layanan publik di Indonesia.
Integritas Birokrasi Pelayan Publik
No Bentuk Integritas Rendah Responden Prosentase
1 Korupsi 3277 33%
2 Diskriminatif dalam pelayanan 3575 36%
3 Pelayanan dipersulit bila tidak memberi imbalan kepada petugas / biaya tambahan 3078 31%
Jumlah 9.930 100%
Sumber : Survei KPK terhadap kualitas layanan publik, 2008
Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa diskriminatif dalam pemberian layanan publik menempati urutan teratas indikator rendahnya integritas birokrasi dalam pelayanan publik. Artinya, penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi hubungan perkoncoan, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama.
D. SIMPULAN
Ketika berbicara mengenai pelayanan publik, kesan masyarakat Indonesia sudah mengarah ke pandangan negatif dan rasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan. Kesan itu timbul karena produk yang dihasilkan oleh pelayan publik tersebut tidak prima dan maksimal. Banyak terjadi ketidakefisienaan waktu atas pelayanan tersebut. Terlebih lagi para petugas yang tidak memberikan pelayanan secara prima, bersikap tidak halus dan tidak bersahabat. Dalam memberikan pelayanan juga masih dipengaruhi oleh sikap pilih kasih yang seharusnya pelayan masyarakat tidak pandang bulu terhadap siapa yang dilayani.
Untuk merubah image layanan publik yang demikian, seharusnya seorang pelayan masyarakat harus mempunyai setidaknya 4 kriteria, yaitu: Kerja sesuai peraturan, Taat dan patuh, tugas yang khusus, dan tanpa pandang bulu.
E. SARAN
Layanan publik adalah instansi pemerintah yang dibentuk khusus untuk melayani masyarakat. Setiap pegawainya seudah seharusnya mempunyai pemahaman bahwa mereka digaji untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat lapisan manapun. Harus ada sanksi hukum yang tertulis dan tegas yang seharusnya diperuntukkan untuk mengatur jalannya proses pelayanan tersebut. Namun, dalam hal ini pemerintah juga tidak dapat berjalan sendiri. Harus ada keikutsertaan dari masyarakat. Selama ini, sikap apatis yang ditunjukkan masyarakat dengan tetap memberikan stempel pelayanan buruk pada instansi pemerintah juga tidak bisa sepenuhnya dibenarkan. Harus ada kesadaran dari masyarakat untuk mengawasi jalannya pelayanan tersebut, yaitu dengan cara menegur atau melaporkan setiap tindakan pegawai yang tidak sesuai norma dan kaidah pelayanan masyarakat.
Referensi: www.google.com/wajah-birokrasi-di-Indonesia.html.
